Tuesday, January 10, 2012

My best daddy!

Ada beberapa orang yang secara iseng suka bertanya, "Mau punya suami yang seperti apa?" ini pertanyaan iseng bener, sangat iseng dan terpikirkan sama aku. Baiklah, aku ingin punya suami seperti papaku. Banyak hal yang dia punya, yang susah di cari pada lelaki zaman sekarang.

Papa terlahir dalam keluarga sangat sederhana 50 tahun yang lalu di Malang. Sejak kecil, beliau sudah aktif ke Mesjid untuk Sholat Berjamaah, Bisa baca Al-quran dengan jenis jenis lagu nyaa. Rajin puasa sunnah, rajin keliling rumah ke rumah untuk Yasinan. Disela sela sekolahnya, membantu kakeknya jualan majalah bekas.

Papa yang dekat dengan Allah, masuk ke sekolah Telkom dengan Beasiswa. Memperoleh pendidikan dan akhirnya menjadi Karyawan Telkom. Semua diraih bukan karena kepintarannya. tapi karena doa dan Kedekatannya pada Allah.

Papa yang Alim, menikahi mama di usia nya yang ke-25 tahun. Menikahi mama yang berasal dari anak gaul Bandung dan hmm.. cukup seksi. ahha. Ketika aku tanya, apa alasan papa memilih mama, jawabnya simple, "Pas mampir ke rumah mama, ketika waktu solat, mama meminta diri untuk Sholat". Alright, just it. Papa meminang mama, karena sholatnya Mama. selain itu yaaa, karena mama cantik :D

Papa menerima mama apa adanya. Papa tidak pernah menuntut mama untuk bisa masak. Tidak pernah menuntut mama untuk bekerja. Papa memahami hakikat menjadi suami seutuhnya :D

Papa yang Baik, membiayai banyak adik-adiknya sampai ke Sarjana. Menjadi tulang punggung keluarga bersama Mbah (baca : nenek, red). Walau untuk mencapai itu, papa harus rela menjual saham nya. Mengirit biaya hidup makannya bersama mama.

Banyak orang bilang, menjadi anak dari Karyawan Telkom enak. Hidup lancar damai sejahtera. Itu yang aku alami masa kecil. Masa kecil sangat bahagia. Biaya hidup masih tercukupi. Papa masih bisa membeli mobil. Kita menyewa rumah kecil yang cukup nyaman untuk kita ber4 di Lhokseumawe. Sebelumnya, papa sudah membeli rumah di tanah kelahiranku, Purwokerto.

Selama rusuh di Lhokseumawe, kita sempat berkali kali eksodus (baca : berpindah pindah) bolak Aceh - Bandung demi alasan keselamatan. Lahirlah Yusuf di Bandung dan papa menyewa rumah lumayan besar di Bandung selama Aceh dalam kondisi tidak aman.

Setelah dirasa aman, papa Kembali membawa kami ke rumah kecil kami di Lhokseumawe. Dan lahirnya si Bungsu di sana :) Kita hidup bahagia di rumah mungil itu.

Merasa kondisi Aceh tak tentu, papa minta di mutasikan ke Bandung yang akhirnya malah di pindahtugaskan ke Batam. Menjual Mobil, Membawa seluruh barang yang kami punya dan pindahlah kami ke Batam. Aku memulai masa SD dan seterusnya di kota Batam. Papa masih sanggup menyewa rumah cukup besar.

Biaya hidup yang tinggi, membuat papa membeli rumah mungil lagi di Batam, dan menjual rumah di Purwokerto untuk dibelikan Mobil Espass untuk hidup selama disini.

Papa mulai 'ngos-ngosan' ketika Sinta memasuki SMA, aku masuk SMP, Yusuf mulai SD dan Rama masuk TK. Dalam setahun, papa harus mengeluarkan uang masuk SMA, SMP, SD dan TK secara bersamaan. Dan biaya sekolah ketika itu, tidaklah sedikit.

Kita mulai ngaret bayar SPP, sering sekali diperingati. Sampai akhirnya kita, anak anaknya belajar untuk mencoba memaklumi.

Beruntung, Sinta keterima di Perguruan Tinggi Negeri di Bandung. Walaupun biaya pendidikan murah, kita semakin engap engap hidup di Batam. Papa harus mengirimi uang bulanan, uang kostan dan uang SPP Sinta di Bandung. Di samping itu, papa masih harus membiayai sekolah kami di Batam. Dalam hal ini, Mama berada di rumah, mengurusi semua keperluan kami tanpa kerja. Papalah sumber pendapatan keluarga.

Aku semakin sering di sebutkan namanya, sebagai orang orang yang tidak membayar SPP tepat waktu. dan aku sudah biasa. :D Hebatnya papahku ini, beliau selalu menjawab, "InsyaAllah, saya usahakan" setiap kita, anak anaknya minta uang untuk keperluan apapun. Beliau ga pernah bilang, "Papa ga megang uang". tak pernah sekalipun. Walau pada kenyataannya, beliau emang dalam keadaan tidak memiliki uang.

Ditengah kesederhanaannya seorang papa, berkat kealimannya, kepiawaiannya dalam mengaji, mengimami di kantor dan keaktifan organisasinya. Papa berhasil membawa mama naik haji yang dibiayai full oleh Kantornya. Pergilah papa bersama mama memenuhi undangan Allah ke tanah suci tanpa mengeluarkan biaya. Alhamdulillah :')

Sepulang dari Haji, demi memenuhi dapur yang telah menjadi dua, di tambah keperluan sinta yang lumayan harus pulang pergi Bandung - Batam untuk libur libur panjang membuat papa kenal dengan Credit Card. Dan kami sekeluarga, cukup hidup berfoya foya dengan sekali gesek itu.

Sekian tahun kemudian, efek Credit Card mulai terasa, papa mulai dikejar kejar debt collector. Sementara beliau susah untuk mengangsurnya. Pelan pelan hidup kita berubah, dari yang langganan koran selama nyaris 6 tahun, jadi tidak langganan sama sekali. Biaya ojek adek adek mulai di bayar tidak tepat pada waktunya. Terkadang, mereka harus berhenti les hanya karena ga sanggup lagi bayar. Mobil yang terkadang butuh service di Bengkel, lama di tebus atau bahkan tak tertebus. Bahkan sekali pernah, rumah kami di Pylox oleh bank BTN karena sudah sekian bulan, papa tak lagi membayar cicilannya. Oleh mama, Cat tembok Pylox itu di tutupi kalender putih dan di tulis Blok Rumah kami. hihihi.

Ketika lulus SMA, papa sama sekali tidak memegang dana untuk membiayai aku kuliah. Mama terpaksa menjual salah satu warisannya untuk itu. Untuk membiayaiku.

Masa itu semakin sulit, dimana aku harus menempuh studi di perguruan tinggi swasta di Bandung. Dapur keluarga menjadi tiga. Dan itu terasa jauh lebih berat. Ga hanya sekali duakali, papa bahkan mengirimi kami 20.000 rupiah saja. yaa, hanya 20.000,-. Atau mengirimi kami 200 ribu untuk berdua dengan sinta, sampai dengan Batas waktu yang tidak di tentukan. Pernah sekali, mama membekali kami 1 kg teri asin pedas, yang bisa kami konsumsi selama nyaris 3 bulan.

Itu kenapa, aku ngerasa aku harus mendapatkan pekerjaan secepatnya. Karena, kalau saja, papa masih mampu membiayaku. Aku bakal milih kuliah di perguruan swasta ternama untuk melanjutkan studi sampai dengan sarjana. Terkadang emang, kita harus mengalah pada keadaan, bukan karena kita nyerah. tapi karena keadaan yang emang sedang tidak sejalan dengan kenyataan.

Dibalik hidup susah masa itu, banyaak sekali hikmah terselip. Banyak pelajaran yang bisa aku ambil. Papa mengajari aku bagaimana rasanya itu ikhlas dan kesabaran. Papa meminta aku untuk nikmati saja apa yang ada. walaupun tidak bisa memiliki.

Kalau banyak orang bertanya, kenapa papa bisa bergonta ganti merk mobil ketika mengantar jemput aku selama sekolah. selama liburan di batam. itu mobil kantor, yang karena papa bagian logistik dan pemegang kunci. Papa di kasih izin untuk sesekali menggunakannya untuk pribadi. Papa ngajarin, bersyukurlah bisa menikmati mobil bagus sebelum bisa memilikinya.

Kalau ada orang bertanya, aku bisa memiliki leptop pada saat SMA, sinta yang selalu dipenuhi alat alat elektronik untuk menunjang studinya di Fikom. Itu semua barang kredit, yang selalu papa usahakan demi terpenuhinya kebutuhan kami, anak anaknya. Meski dengan itu papa harus mencicilnya sampai sekian tahun.

Allah maha baik, berbekal ilmu Diploma, aku dapet kerja. sedikit sedikit, aku mulai memenuhi hidupku sendiri. Aku berhasil menjadi mahasiswa lulusan terbaik, yang bisa memberikan tiket VIP untuk papa di acara Wisudaanku. Bisa sedikit ngongkosin papa ke Malang sepulang dari acara Wisudaan.

Aku mulai melanjutkan studi Sarjana di kelas karyawan. Memilih untuk Kuliah sambil bekerja. Merasakan luar biasa nya hidup kerja sambil kuliah. Sedikit sedikit membantu papa membayar cicilan Credit Card nya.

Bumi ini berputar teman, Allah janji akan itu. Perlahan, papa mulai mengatur sedikit demi sedikit keuangannya. Hutang kami pelan pelan mulai tertutupi. Puncaknya, dengan rezeki atas kedekatannya sama sang Ilahi, Papa membawa kami sekeluarga ke Bali untuk Liburan. Aku di mudahkan untuk bekerja di perusahaan yang menggaji lebih besar. Adik2ku mulai kembali les dan bisa masuk 15 besar dalam kelasnya.

Aku ga pernah kepikiran untuk memiliki suami yang punya segalanya. kekayaan atau apalah itu. Aku pingin punya suami seperti papa yang membawa keberkahan dalam setiap hidup yang kami jalani. Papa mengajak mama tinggal di kostan di awal pernikahan, menyewa rumah, memiliki rumah. Dengan kesederhanaan dan ilmunya, membawa istri nya Naik Haji dan akhirnya bisa membahagiakan kami anak anaknya sampai demikian bahagia di ajakin berlibur ke Bali. Papa yang sabar luar biasa. Papa yang senantiasa Bersyukur. Papa yang tidak pernah menuntut. Papa yang yang sangat sayang pada setiap anak anaknya. Papa, Malaikat tanpa sayap yang ada di tengah tengah kami. Maka, seperti ialah aku ingin mencari teman hidupku kelak :')

Bersama papa, Malaikat tanpa sayap :)

NB : Kata mama, dari ke empat anaknya, akulah anak satu satunya yang ditungguin dan di adzani papa ketika lahir. Dari keempat anaknya, akulah satusatunya anak yang dari TK sampai SMA selalu bersama papa setiap akan pergi dan pulang sekolah. :D

No comments: