Wednesday, April 16, 2014

Money can’t buy happiness



“Aku itu iri sama kamu, Ca. Kamu punya keluarga yang harmonis. Ayah yang selalu ada, Ibu yang merawat kamu. Kakak dan adikmu selalu bikin kamu happy setiap hari. Aku? Aku ga pernah, Ca. Aku ga punya itu semua.” 

Aku memeluk Anya erat. Sahabatku ini yang menemani hari hariku di Jakarta. Kalau saja aku boleh jujur, aku juga iri dengan Anya. Kalau saja ayahku mampu membiayai aku kuliah di universitas swasta terkemuka seperti Anya. Aku pasti bisa fokus belajar dan berorganisasi. Tapi tak selamanya keinginan sejalan dengan kenyataan. Aku harus menerima untuk kuliah sambil kerja demi bisa hidup di Ibu kota.

“Anya, kamu jangan pernah lupa kalau Tuhan itu paling tahu kemampuan umatnya dimana. Tuhan ngerasa kamu sanggup melalui ujian ini. Aku mungkin tidak akan mampu, sehingga tidak diberi ujian yang sama seperti kamu.” Aku mengusap ngusap punggungnya lembut.

Ayahku hanya pegawai karyawan biasa. Beliau tampak mulai kelabakan ketika harus membiayai kedua anaknya menapaki bangku kuliah, sementara aku masih memiliki 2 adik yang masih sekolah. Hidup kami berkecupan materi. Ayah dan ibu menyeimbangkan dengan limpahan kasih sayang. Ayah, ibu dan kedua adikku saat ini berada di Medan. Ayah bertugas disana. Sementara kakakku di Bandung melanjutkan kuliah. Keluargaku kini terpisah 3 tempat.

--
Hari itu, Ayah dapet tugas kantor untuk mengunjungi kantor pusat yang berada di Bandung. Momentnya pas bulan puasa. Lebaran tahun ini, aku dan kakakku terancam tidak bisa berkumpul terkendala dana. Moment ayah yang mendapatkan uang perjalanan dinas, kami manfaatkan untuk ikutan pulang. Jatah tiket pesawat ayah Bandung – Medan kami jadikan 3 tiket Jakarta – Medan naik kapal laut kelas ekonomi.

Jangan tanya gimana keadaan kapal dimusim mudik menjelang lebaran. Kami yang seharusnya mendapatkan jatah kasur, terpaksa harus menggelar kardus sebagai alas tidur di lorong lorong deck 3 KM Sinabung ini. Logat sumatera kental disini, kebanyakan orang sumatera yang sedang mencari nafkah ke ibu kota turut mudik. Dan oh my god, ada yang mau keyboard. Dan kemudian, berdendanglah satu dek dikubu sebelah sini. Aku berjalan ke dek 7. Mencari udara. Mencari keheningan.

Ini hanya masalah waktu, Raisa. Bersabarlah barang sebentar. Hati kecilku bergumam.
Ibu mengecup pipiku mesra. Melepas semua kerinduan yang selama ini beliau pendam. Aku mencium tangannya. Memeluknya. Bahagia ternyata sesederhana ini. Bisa duduk bercengkrama tertawa mengisi rumah kami yang kecil selepas menahan pegelnya tidur 2 malem di kapal laut.

--

“Ayah pensiun dini, Ca. Keuangan keluarga kita akan membaik. Ayah bisa menyelesaikan hutang hutang yang selama ini numpuk. Kamu bisa segera melunasi biaya kuliahmu agar bisa lekas selesai. Kita akan kembali seperti dulu, Nak. Kembali lah ke rumah. Pulanglah ke Medan. Istirahatlah sejenak. Ayah tahu kamu lelah bekerja.”

“Tidak, Ayah. Ica tidak lelah, kok. Ica akan segera menyelesaikan kuliah Ica. Dan Izinkan Ica tetap bekerja, ya. Tabung saja pesangon ayah untuk membiayai sekolah adik adik.”

Aku lulus menjadi sarjana tepat 3 bulan setelah ayahku pensiun dini. Ayah ibu kakak dan adik adikku datang dihari wisudaku. Diluar dugaan, malem harinya, Ayah memberi suprised dengan mengajak kami semua terbang ke Bali. Ya, Bali! Tempat impian kami selama ini. Tempat yang kami selalu merasa susah untuk menjangkaunya.

Ketika Menginjak Bali tak lagi mimpi


Ayahku menyiapkan segalanya. Kami nginep dibilangan Kuta. Tempat tak pernah mati nya kota Bali. Tempat ini masih saja ramai meski kami baru nyampe Bali pukul 12 WITA.

Keesokan harinya, kami diajak untuk water sport di Tanjung Benoa. Kami mencoba parasailing, banana boat dan scuba diving. Permainan yang selama ini hanya kami lihat di televisi. Aku menikmati sekali liburan ini. Liburan tepat setelah aku melepas kesetresan mengerjakan skripsi.

Sore harinya, sebelum kembali ke hotel, ayah yang sebelumnya sudah berselancar mencari referensi didunia maya, mengajak kami untuk mampir ke The Bay Bali. Kejutan selanjutnya, kami melihat pelapasan tukik penyu ke laut lepas. Dilanjutkan dengan dinner romantis dipinggir pantai. Kalau temen temenku selalu cerita dinner romantisnya di Jimbaran. Aku punya cerita sendiri dinner di The Bay Bali. Ga hanya pelepasan tukik penyu. Makanan enak dengan suara ombak sebagai pelengkap. The Bay Bali menyuguhkan pertunjukan Bajak laut bertemakan Pirates Bay Open house. Opera Bajak laut yang tak melewatkan pertunjukkan apinya membuat penonton terkesima. Ini berbeda. Disini, menyenangkan!

Pelepasan Anak Penyu ke Laut lepas :) 
Harus banget nyoba ini!
What a good performance i ever had!
“Ayah ini keren! Selama ini adek tahunya di Bali itu Cuma tari kecak dan Jimbaran dari temen temen adek.” Adik bungsuku bersuara.

“Ayah ga sengaja nemu The Bay Bali di facebook, Nak. Senang sekali jika kalian semua menikmati hari ini. Besok pagi kita kembali ke sini. Masih ada acara yang tak boleh terlewatkan.” Ucap ayah

“Akan ada apa lagi, yah?” kali ini kakak sulungku bertanya.

“Ada Sunday Market. Kamu, Ibu dan Ica bisa belanja barang yang unik unik. Sementara adik laki lakimu biarkan ikut pentas menggambar”

Kami pulang dengan penuh senyuman ke hotel.

Kejutan demi kejutan kami dapatkan selama main ke area The Bay Bali. Setelah puas melihat pelepasan penyu, pertunjukan bajak laut, Sunday market. Siang ini, kami dikejutkan dengan adanya Meet & Great Noah di tempat ini. Noah. Band yang dulu menjadi favorit aku selama menggunakan seragam putih biru. Saat ini sedang duduk dihadapanku, menyapa kami para penggemarnya. Bertahun kuliah di Jakarta saja, aku tak pernah berkesempatan bertemu dengan mereka. Tuhan mempertemukan aku dan Noah disini, di Bali. Di the Bay Bali.

Accessories
Lomba Mewarnai
Golden Moment in The Bay Bali.
--

“BAAA!”
 Rizky mengagetkan ku dari belakang. Pacar yang sudah dua tahun ini mengisi hari hariku. Aku tersenyum.
“Lagi liatin apa, sih?”

“Ini lagi liat Instagramnya The Bay Bali; ternyata Miss World pernah dinner bareng di Bebek bengilnya. Disitu juga jadi tempat perhelatan Nusa Dua Fiesta 2013. Kangen aja. Ga tau kapan bisa ke Bali lagi.”

Sebulan setelah pulang dari Bali. Keluarga ku mulai diuji. Uang pesangon yang melimpah jadi sumber keributan dirumah. Ayah dan ibu jadi sering berantem. Adik adik apa lagi. Semua semua pengen dibeli. Pengen punya. Sementara hidup masih panjang. Dan untuk itu, uang itu seharusnya masih ditabung demi kelangsungan hidup.

Tuhan benar, terkadang manusia diuji ketika ia berada di puncak kejayaan. Ketika sedang bisa menikmati nafsu dunia. Manusia lupa, disitulah biasanya mereka terjatuh.

“Ky, kalau boleh milih, ya. Aku pengen deh kaya dulu lagi. Ayah kerja biasa aja. Hidup yang berkecukupan materi. Tapi kami bahagia. Selalu ada tawa dalam rumah. Ada pelukan hangat setiap pertemuan..” aku menerawang.

“Sst.. pamali ah menyesalkan takdir. Semuanya sudah terjadi, Ca. Toh, sekarang keadaan sudah mulai membaik kan? Ayah sudah mulai investasi lagi, kan? Sudah tidak ada yang perlu dikhawatikan. Kamu beruntung bisa belajar langsung. Bahwa sebanyakan apapun uang kita, engga pernah bisa membeli kebahagiaan. Kebahagiaan kita ga selamanya dari uang. Pilihan kamu untuk tetap bekerja diatas tawaran Ayah untuk pulang sudah tepat, sayang. Kamu mustahil untuk berada di posisi sekarang kalau seandainya kamu memilih untuk pulang” Rizky memelukku. Pelukan hangat seperti dulu pernah aku sematkan pada Anya, sahabatku. 

"Kamu Nulis gih, Ca." ujar Rizky lagi.

"Ha? Nulis? Nulis apa?" tanyaku penasaran.

"Tulis deh kisah perjuangan kuliah kamu. Kisah ayahmu yang pensiun dini karena terjebak kartu kredit. Biar engga hanya kamu yang belajar. Tapi orang lain juga. Kamu bisa ngeyakinin orang kalau orang kaya, orang bermateri lebih belum tentu hidupnya bahagia. Orang yang berkecukupan hidpunya bisa jadi orang yang paling bahagia. Kamu sudah mengalaminya sendiri, kan? Pasti lebih ngena' deh." tutur Rizky panjang lebar. 

"Engga ah. Malu. Siapa juga yang mau nerbitin?" tolakku. 

"Eh, kamu ga tau nulisbuku.com? Bisa nerbitin karya kita loh. Bisa jadi mimpi penulis menjadi nyata. Jadi buku beneran. tanpa seleksi. Katanya pengen melebarkan sayap menjadi penulis juga." 

"Oh iya? Seriusan bisa?" aku mulai antusias. yang diikuti oleh anggukan kepala Rizky. "Iya, hon. Aku bakal coba. Aku bakal nulis. Dan aku bakal cari tau tentang publishing dari nulisbuku yang kamu bilangin itu. Kamu dukung aku ya!"

"Iya, selalu, hon."

--

“Jadi, siap kemBALI?” tanya Rizky sambil mengangkat dua buah tiket Jakarta – Bali; PP
“SIAAAAP!” teriakku bersemangat.

Dear Bali, aku kemBALI. Sekarang, Bali punya tol diatas laut yang menghubungkan bandara Ngurah Rai ke Nusa Dua. Rizky langsung mengajakku ke The Bay Bali untuk menikmati pergantian tahun sebelum kami istirahat di hotel.

Pesta kembang api berlangsung meriah dipinggir pantai. Sahut sahutan dentuman kembang api memekkan telinga. DJ memainkan musik dengan sound tak tanggung tanggung. Rizky merangkulku erat. 


“Happy new year, hon! Jangan pernah patah semangat ya. Ga ada yang ga mungkin didunia ini.”

“Thankyou for having me (again) dear @thebaybali! I’m exactly excited!” -- @icharaisa tweeted.
".. and also thankyou for you too @nulisbuku. Mimpiku menjadi penulis jadi nyata ditanganmu. Tahun yang indah." @icharaisa tweeted. 
".. dan tanpa kamu @rizkyAl, Bali dan Buku ga akan pernah jadi satu untuk hadiah tahun baru. :)" @icharaisa tweeted.

-- 
Semua foto di postingan ini bersumber dari Website resmi The Bay Bali

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Proyek Menulis Letters of Happiness: Share your happiness with The Bay Bali & Get discovered!